Review Film Mudik kali ini akan membahas tentang susut pandang penulis terkait film karya Adriyanto Waskito Dewo. Akhir Oktober 2022 Netflix merilis satu film Indonesia berjudul Mudik. Film ini tidak bisa dibilang baru karena sudah premier sejak 2019 dan tayang di MOLA TV sejak 2020. Mudik bisa dibilang film pandemi.
Dalam ajang FFI 2020, Mudik mendapatkan piala untuk kategori Skenario Asli Terbaik, dan untuk ajang Piala Maya 2020, film ini mendapatkan piala untuk kategori Aktris Utama Terpilih (untuk Putri Ayudya), dan Skenario Asli Terpilih.
Sineas & Pemain Film Mudik
Review Film Mudik pertama akan membahas tentang pemain dan sineas di balik film ini. Nama Adriyanto Waskito Dewo bukan orang baru di dunia penyutradaraan film. Dia sudah menyutradarai film sejak 2003. Pada 2012 Adriyanto teribat dalam proyek film horor yang tak biasa, film horor dengan lima cerita dan lima sutradara, berjudul Hi5teria.
Salah satu film paling populer yang disutradarai Adriyanto adalah Tabula Rasa tahun 2014. Bersama film tersebut Adri memenangkan penghargaan Sutradara Terbaik dalam ajang Festival Film Indonesia (FFI) 2014.
Cerita film Mudik ini juga ditulis sendiri oleh Adriyanto. Ada Vera Lestafa di bagian sinematografi, Indra Perkasa di bagian penata musik, serta Arifin Cu’unk sebagai penyunting. Film ini diproduksi olehy Lifelike Pictures dan Relate Films.
Mudik bisa dibilang hanya dibintangi oleh beberapa pemain utama dan pembantu, namun figurannya bisa dikatakan ratusan orang. Film ini dibintangi oleh Ibnu Jamil. Putri Ayudya, Asmara Abigail, Yoga Pratama, dan Eduwart Manalu.

Review Film Mudik
Secara umum Mudik mengisahkan momen menjelang hari raya Idulfitri di mana hampir seluruh umat Islam di Indonesia melakukan mudik, atau pulang ke kampung halaman. Film ini menggambarkan proses pasangan suami istri yang hidup di ibu kota, mereka memutuskan untuk mudik beberapa hari sebelum hari raya.
Mereka mudik di saat kondisi pernikahan mereka tidak baik-baik saja. Permasalahan mereka yang sebenarnya bisa dibilang rumit, ditambah runyam dengan peristiwa yeng menimpa mereka di tengah perjalanan.
Film dimulai dengan sedikit dialog, tapi gesture dan mimik muka yang ditampilkan Putri Ayudya beserta Ibnu Jamil cukup menggambarkan besarnya permasalahan mereka berdua. Sebagai seorang muslim, saat menonton filmnya, saya merasakan keriangan saat menjelang mudik lebaran. Namun semuanya berubah saat mereka tak sengaja melindas pemudik lain.
Saya tidak menyangka kalau tokoh Aida (diperankan oleh Putri Ayudya) akan melakukan hal yang ada di film tersebut. Sejak awal saya berfokus kalau Aida akan melakukan sebaliknya dan cerita film berlanjut ke masalah mereka berdua. Tapi setelah ditonton sampai selesai, ya memang seharusnya mereka berdua bertanggung jawab atas apa yang mereka perbuat.
Film ini kemudian menggambarkan keramah tamahan warga desa yang sebenarnya dibalut dengan keserakahan dan kebiadaban. Para tetangga dan saudara Santi (diperankan Asmara Abigail), alih-alih membantunya karena telah kehilangan suami, namun malah mengambil keuntungan.
Di sisi lain, Santi yang tampaknya paling menderita juga menyimpan rahasia gelap. Kalau penonton jeli, hal tersebut sudah nampak sejak awal munculnya Santi. Mayoritas adegan film menggunakan latar tempat di jalanan karena sedang perjalanan mudik. Film kemudian diakhiri dengan momen solat idulftiri. Mudik memiliki akhir yang cenderung menggantung, penonton bisa mengintepretasikan sendiri.
Gambaran Sosial di Film Mudik
Film Mudik menyajikan beberapa konflik yang bisa dibahas atau dikomentari. Konflik utama yang disajikan adalah kesetiaan. Aida dan Firman (diperankan oleh Ibnu Jamil) merupakan pasangan suami istri yang berbahagia. Hubungan mereka merenggang setelah Aida divonis tidak bisa memberikan keturunan.
Di sisi lain Firman ternyata membangun hubungan dengan wanita lain. Satu hal yang membuat saya semakin antipati dengan Firman adalah di sepanjang film dia konsistem menunjukkan sikap lelaki yang setengah-setengah. Tidak berani mengambil keputusan yang gentle dan tegas.
Dia tidak meminta izin ke Aida kalau ingin berpoligami, malah membenarkan tindakannya karena sudah diberi izin orang tuanya. Saya sebagai kaum lelaki malu mendengar jawaban Firman. Pertemuan terakhir Firman dan Aida semakin mengkukuhkan bahwa Firman tak bisa menjadi lelaki yang tegas.
Konflik tentang kesetiaan lain adalah apa yang dilakukan Santi. Ia berselingkuh dengan sahabat suaminya. Sudah terlalu lama suami Santi tak pulang dari menjadi TKI. Santi memaksa suaminya pulang untuk menutupi hasil perselingkuhan. Tapi takdir berkata lain, yang pulang hanya jenazah suaminya.
Dibandingkan konflik rumah tangga dan kesetiaan, saya lebih tertarik dengan konflik sosial yang digambarkan film Mudik. Dalam film digambarkan, warga sebuah desa terpencil saling bergotong royong untuk membantu tetangganya yang terkena musibah. Di balik keindahan itu ada keserakahan yang menguasai segelintir warga dan perangkat desa.
Gambaran tersebut sangat banyak terjadi di dunia nyata. Banyak oknum-oknum warga yang kedoknya menawarkan bantuan, tapi ujung-ujungnya malah meminta uang. Sedih sih kalau melihat hal seperti itu. Mudik menggambarkan kalau keikhlasan dan ketulusan sudah sangat susah dicari, meski di tempat paling sederhana sekalipun, seperti pedesaan.
Rekomendasi dari Review Film Mudik
Film Mudik kini bisa ditonton di Netflix. Film ini sangat layak untuk ditonton, apalagi untuk Anda yang sudah tidak mudik bertahun-tahun. Selain itu konflik-konflik di dalamnya cukup membuat gemas sehingga penonton seperti menuggu-nunggu ending cerita filmnya.
Bagi para pria, tonton saja, biar bisa belajar lebih baik menjalani hidup dan bisa lebih baik dalam membina hubungan dengan perempuan. Sebaliknya bagi kaum perempuan, tonton film ini biar tidak salah langkah seperti Santi.