Yuni merupakan salah satu drama paling layak ditonton dan diresapi di tahun 2021 hingga 2022. Setidaknya hal ini menurut penulis review ini. Yuni merupakan flm yang ceritanya ditulis dan disutradarai oleh Kamila Andini. Review film Yuni ini sepenuhnya adalah subyektivitas penulis setelah menonton Yuni
Pemeran utama film Yuni adalah aktris muda yang melakukan debut akting di film ini. Ia adalah Arawinda Kirana. Arawinda beradu akting dengan banyak nama senior sekaligus aktris-aktris muda. Mereka adalah Dimas Aditya, Marissa Anita, Rukman Rosadi, Nova Eliza, Asmara Abigail, Boah Sartika, Neneng Wulandari, dan Kevin Ardilova.
Film Yuni menggambarkan kehidupan sosial di sebuah kampung di salah satu daerah di Indonesia. Dalam film Yuni disorot sebuah budaya yang memosisikan perempuan sebagai individu yang tak perlu memiliki pendidikan tinggi. Sekolah sewajarnya saja, kalau dilamar seorang pria sebaiknya diterima. Kebiasaan tersebut tak memandang kondisi lain yang mungkin akan berdampak negatif bagi masa depan pihak perempuan.
Ceritanya berfokus pada Yuni, remaja cerdas yang berusaha memberontak kebiasaan warga di kampungnya tentang pernikahan muda. Yuni dihadapkan pada dilema-dilema tentang hidup yang bahkan orang tuanya seakan-akan tak bisa banyak membantu.
Yuni dibenturkan dengan mitos-mitos yang sudah turun-temurun dipercaya meskipun kebenarannya tidak ada yang tahu. Dalam film Yuni juga digambarkan contoh nyata tentang efek negatif pernikahan terlalu dini atau pernikahan yang tak dipersiapkan. Hampir semua efek negatif ditanggung oleh pihak perempuan.
Review Film Yuni
Film Yuni mengingatkan pada kita bahwa masih ada komunitas masyarakat yang menganggap bahwa perempuan itu tidak perlu berpendidikan tinggi. Perempuan itu hanya perlu menuruti perintah yang ada, serta pamali untuk mempertanykan perintah tersebut.
Film Yuni mengingatkan kepada kita bahwa masih ada orang tua atau keluarga yang mendukung bahwa anak perempuan sebaiknya segera dinikahkan. Selain itu juga masih ada keluarga yang menyalahkan putrinya sendiri saat ada masalah dengan sang suami. Menurut mereka yang terbaik adalah menuruti suami tanpa satupun pertanyaan.
Film Yuni bisa dibilang cukup berani dalam menampilkan cerita bahwa kebiasaan menikah muda ini sudah mempengaruhi lingkungan para pendidik. Tentunya pendidik yang digambarkan di film ini terpengaruh dengan kondisi yang ada di komunitas mereka. Atau bisa dibilang ya karena pendidiknya orang kampung situ-situ saja jadi jangan berharap perbedaan yang signifikan.
Dalam film ini digambarkan dorongan tentang pendidikan yang lebih tinggi tidak begitu dilakukan untuk murid perempuan. Adegan yang cukup mengiris hati adalah saat salah satu guru Yuni bernama Bu Lies, diberi peringatan oleh kepala sekolah karena terlalu mendorong murid-murid (termasuk Yuni) untuk terus membangun impian untuk menjalani kuliah.

Yuni Tidak Kuat, Namun Berani
Hidup di lingkungan seperti itu membuat Yuni menghadapi banyak dilema. Diceritakan Yuni merupakan salah satu murid yang cukup cerdas. Nilai nya sangat memungkinkan dia mendapat beasiswa. Hal itu membuat Yuni selalu didorong oleh Bu Lies untuk mempersiapkan semua syarat-syarat untuk beasiswa.
Niat Yuni untuk terus melanjutkan pendidikan sebenarnya kuat. Di momen-momen awal film, ada sedikit ironi tentang hal ini. Yuni yang sebenarnya ingin melanjutkan sekolah setelah lulus SMA, tidak bisa secara gamblang mengutarakan niat tersebut ke orang tuanya.
Hal tersebut karena dalam pemahaman Yuni, perempuan-perempuan muda di kampungnya tidak biasa kuliah. Bahkan bisa dibilang mengungkapkan niat untuk kuliah saja seperti sebuah hal tabu. Kebanyakan ya menikah atau bekerja setelah SMA.
Di sisi lain, ibunda dari Yuni pun tidak secara gamblang mendorong putrinya agar mantap melanjutkan pendidikan. Dalam dialog filmnya hanya ada ujaran bahwa ayah dari Yuni menginginkan dia melanjutkan sekolah.
Digambarkan bahwa kebingungan Yuni tidak mendapat jawaban yang pasti atau dorongan yang pasti dari kedua orang tuanya. Mereka sekeluarga sudah terlalu lama hidup dengan kebiasaan tersebut sehingga hal tersebut sudah dianggap sebagai norma.
Sehingga saat kebanyakan perempuan seusia Yuni selepas SMA kebanyakan menikah, maka saat Yuni ingin melakukan hal selain menikah, hal itu terasa seperti akan melakukan sebuah dosa. Ketakutan Yuni untuk menggambarkan keinginannya agar tidak langsung menikah tergambar dalam perilakunya. Dia selalu mengungkapkan ketidaktahuan tentang apa yang ingin dia lakukan selepas lulus SMA.
Ketakutan serupa juga digambarkan orang tua Yuni dengan tidak memberi saran yang pasti atau memberi dukungan secara gamblang. Dalam film ini ibunda Yuni juga diceritakan tidak memiliki pendidikan yang tinggi.
Di tengah ketakutan yang timbul tenggelam, kercerdasan Yuni merupakan kunci akan keberaniannya. Dia hanya perlu pemantik kecil agar dia berani mengambil keputusan yang bahkan sebagian besar perempuan di kampung Yuni tak pernah memikirkannya.
Menikah Terpaksa
Film Yuni juga menggambarkan tentang perempuan-perempuan muda yang sebenarnya menikah secara terpaksa. Mereka tidak bisa menolak karena kebiasaan tersebut.
Sebenarnya tidak ada salahnya apabila ada pria dewasa melamar seorang perempuan yang belum menikah. Namun, yang sangat disayangkan adalah, apabila lamaran ini merupakan paksaan yang dibungkus dengan perintah agama. Itulah yang digambarkan dalam film Yuni.
Kepercayaan yang berkembang adalah ketika seorang perempuan menolak sebuah lamaran maka dia melakukan hal tabu, hingga dihubungkan dengan mitos menjadi susah mendapatkan jodoh.
Dalam film Yuni digambarkan pihak keluarga pria sepertinya memanfaatkan kepercayaan warga tentang lamaran atau pernikahan. Sehingga pihak keluarga pria sangat percaya diri meski melamar perempuan yang belum dikenal. Mereka yakin bahwa pihak perempuan tidak akan berani menolak.
Kondisi ekonomi keluarga juga kerap dimanfaatkan pria-pria hidung belang. Mereka menggunakan uang dan lamaran sebagai cara untuk memaksa keluarga pihak perempuan untuk menyerahkan putri mereka.
Kehidupan Setelah Menikah
Film Yuni menggambarkan kondisi-kondisi menyedihkan dari perempuan-perempuan yang menikah muda. Ada yang mengalami KDRT, bahkan ada yang selalu keguguran karena dihamili di usia yang terlalu muda. Salah satu efek yang paling sering digambarkan dalam film adalah pihak perempuan seorang diri membesarkan anak mereka tanpa pendampingan suami. Seringnya ketiadaan suami hanya didasari alasan sepele.
Hal yang membuat lebih sedih lagi adalah fenomena yang digambarkan di film Yuni masih banyak terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Kurangnya pendidikan, hingga pengetahuan tentang agama yang setengah-setengah membuat hal tersebut masih dilestarikan
Melalui film Yuni kita harusnya sepakat bahwa pendidikan itu penting baik bagi kaum pria maupun perempuan. Keduanya sama-sama berhak maju dan berprestasi. Kita juga harus percaya tidak ada agama yang memaksakan pernikahan, tidak ada agama yang merendahkan kaum perempuan.
Apabila ada yang tumbuh di komunitas atau keluarga mirip di film Yuni, teman-teman harus berjuang untuk memutus lingkaran setan yang ada. Kalau sudah terlambat, cukup hal tersebut terjadi pada diri kalian, jangan berlanjut kepada keturunan kalian. Kalau belum terlambat, lawanlah, berjuanglah.
Semoga film Yuni bisa menyentuh hati banyak orang dan menyadarkan banyak pihak tentang masih adanya fenomena tersebut di zaman sekarang ini.